Monday, June 24, 2013

Seleksi ‘Ekstra’ untuk Calon Mahasiswa Kimia



Seleksi ‘Ekstra’ untuk Calon Mahasiswa Kimia
Oleh
Gia Juniar Nur Wahidah
Sebuah kelalaian ketika seorang mahasiswa yang buta warna atau yang tidak sehat fisik harus ‘bergelut’ di dalam laboratorium yang penuh resiko, yang dapat berdampak negatif bagi kesehatan dan mempertaruhkan keselamatan kerja. Ia harus berkerja dengan kondisi fisik yang tidak mendukung, padahal bidangnya itu memerlukan kondisi fisik yang prima.
Kimia adalah salah satu bidang kajian ilmu pengetahuan yang dalam pengembangannya memerlukan cara dan metode yang cukup rumit. Bagaimana tidak, praktikum adalah ‘makanan’ sehari-hari bagi orang kimia. Setiap analisis, observasi dan  penelitian, semua dilakukan di ruangan yang dikenal dengan laboratorium. Suatu tempat yang perlu aturan tersendiri untuk memasukinya. Menggunakan jas lab, dilarang membawa makanan atau minuman,bahkan menggunakan masker bila perlu, itu semua adalah sebagian dari aturan yang diterapkan bagi setiap orang yang bekerja atau berkegiatan di laboratorium. Hal-hal di atas menunjukan betapa ‘terjaganya’ laboratorium dan betapa tidak sembarangan orang yang boleh memasuki tempat itu.
Nah, sekarang, apakah tidak ada aturan tersendiri bagi jurusan kimia, yang nantinya mencetak kimiawan-kimiawan profesional yang berpendidikan, untuk menerapkan aturan bagi calon mahasiswa yang ingin menggelutinya? Jika memasuki laboratorium saja butuh aturan tertentu, bagaimana dengan orang-orang yang harus bekerja sehari-hari di dalam lab? Tidakkah ada suatu seleksi yang seharusnya diterapkan untuk menjaring mahasiswa-mahasiswa yang nantinya akan mendapat tuntutan untuk ‘menghirup aroma’ laboratorium sepanjang waktu dalam hari-harinya?
Maka jawabannya adalah harus ada. Harus ada seleksi ekstra bagi calon mahasiswa jurusan kimia, terutama seleksi kesehatan fisik, di luar memang terdapatnya seleksi akademik yang diterapkan di semua jurusan di seluruh civitas academica. Hal ini penting untuk dilakukan karena kita semua menginginkan agar pembelajaran kimia dapat dilakukan seoptimal dan semaksimal mungkin. Lalu langkah seleksi seperti apa yang sebaiknya kita lakukan?
Pertama, seleksi berupa tes buta warna. Hal ini penting untuk dilakukan karena orang-orang di bidang kimia akan sering berhadapan dengan zat-zat kimia yang sangat membutuhkan perlakuan lebih berupa kemampuan untuk membedakan warna dengan baik, terutama ketika mengidentifikasi suatu zat. Ketika kita melakukan identifikasi suatu zat, maka warna adalah salah satu indikator pembeda suatu zat dengan zat lain. Selain itu ketika kita melakukan titrasi, maka perubahan warna adalah indikator yang menentukan  titik akhir titrasi yang kita lakukan. Suatu hal yang menghambat dan merepotkan, ketika seseorang yang buta warna bekerja di laboratorium dan melakukan praktikum-praktikum kimia, bahkan ini akan menjadi suatu hal yang membahayakan dalam kondisi-kondisi tertentu.
Selain tes buta warna, tes kesehatan paru-paru juga merupakan suatu hal yang seharusnya perlu diadakan. Kesehatan paru-paru penting untuk diperhatikan bagi orang-orang yang bergelut di bidang kimia karena mereka akan selalu berdekatan dengan zat-zat kimia dan tidak sedikit di antaranya merupakan zat berbahaya atau beracun bagi tubuh manusia. Ketidaksehatan kondisi fisik, terutama paru-paru, sedikit banyak akan mengurangi keoptimalan praktikum serta akan mengganggu dan menghambat jalannya praktikum.
Oleh karena itu, tes buta warna dan tes kesehatan paru-paru adalah dua jenis tes yang utama untuk seharusnya dilaksanakan kepada setiap calon mahasiswa baru sebagai salah satu tahap seleksi. Selama ini, tes tersebut tidak pernah diadakan bagi calon mahasiswa baru terutama jurusan kimia di UPI yang masuk melalui jalur SNMPTN. Hal ini merupakan suatu kelalaian karena seharusnya tes semacam ini diterapkan untuk semua calon mahasiswa baru terutama Fakultas FPMIPA karena dibutuhkan kesehatan fisik ekstra bagi orang-orang di bidang sains, termasuk bagi jurusan kimia yang bekerja di laboratorium.

No comments:

Post a Comment