Seleksi ‘Ekstra’ untuk Calon Mahasiswa Kimia
Oleh
Gia
Juniar Nur Wahidah
Sebuah kelalaian ketika
seorang mahasiswa yang buta warna atau yang tidak sehat fisik harus ‘bergelut’
di dalam laboratorium yang penuh resiko, yang dapat berdampak negatif bagi kesehatan
dan mempertaruhkan keselamatan kerja. Ia harus berkerja dengan kondisi fisik
yang tidak mendukung, padahal bidangnya itu memerlukan kondisi fisik yang
prima.
Kimia adalah salah satu bidang
kajian ilmu pengetahuan yang dalam pengembangannya memerlukan cara dan metode
yang cukup rumit. Bagaimana tidak, praktikum adalah ‘makanan’ sehari-hari bagi
orang kimia. Setiap analisis, observasi dan penelitian, semua dilakukan
di ruangan yang dikenal dengan laboratorium. Suatu tempat yang perlu aturan tersendiri
untuk memasukinya. Menggunakan jas lab, dilarang membawa makanan atau
minuman,bahkan menggunakan masker bila perlu, itu semua adalah sebagian dari
aturan yang diterapkan bagi setiap orang yang bekerja atau berkegiatan di
laboratorium. Hal-hal di atas menunjukan betapa ‘terjaganya’ laboratorium dan
betapa tidak sembarangan orang yang boleh memasuki tempat itu.
Nah, sekarang, apakah tidak ada
aturan tersendiri bagi jurusan kimia, yang nantinya mencetak kimiawan-kimiawan
profesional yang berpendidikan, untuk menerapkan aturan bagi calon mahasiswa
yang ingin menggelutinya? Jika memasuki laboratorium saja butuh aturan
tertentu, bagaimana dengan orang-orang yang harus bekerja sehari-hari di dalam
lab? Tidakkah ada suatu seleksi yang seharusnya diterapkan untuk menjaring
mahasiswa-mahasiswa yang nantinya akan mendapat tuntutan untuk ‘menghirup
aroma’ laboratorium sepanjang waktu dalam hari-harinya?
Maka jawabannya adalah harus
ada. Harus ada seleksi ekstra bagi calon mahasiswa jurusan kimia, terutama
seleksi kesehatan fisik, di luar memang terdapatnya seleksi akademik yang
diterapkan di semua jurusan di seluruh civitas academica. Hal ini
penting untuk dilakukan karena kita semua menginginkan agar pembelajaran kimia
dapat dilakukan seoptimal dan semaksimal mungkin. Lalu langkah seleksi seperti
apa yang sebaiknya kita lakukan?
Pertama, seleksi berupa tes buta
warna. Hal ini penting untuk dilakukan karena orang-orang di bidang kimia akan
sering berhadapan dengan zat-zat kimia yang sangat membutuhkan perlakuan lebih
berupa kemampuan untuk membedakan warna dengan baik, terutama ketika
mengidentifikasi suatu zat. Ketika kita melakukan identifikasi suatu zat, maka
warna adalah salah satu indikator pembeda suatu zat dengan zat lain. Selain itu
ketika kita melakukan titrasi, maka perubahan warna adalah indikator yang
menentukan titik akhir titrasi yang kita lakukan. Suatu hal yang
menghambat dan merepotkan, ketika seseorang yang buta warna bekerja di
laboratorium dan melakukan praktikum-praktikum kimia, bahkan ini akan menjadi
suatu hal yang membahayakan dalam kondisi-kondisi tertentu.
Selain tes buta warna, tes
kesehatan paru-paru juga merupakan suatu hal yang seharusnya perlu diadakan.
Kesehatan paru-paru penting untuk diperhatikan bagi orang-orang yang bergelut
di bidang kimia karena mereka akan selalu berdekatan dengan zat-zat kimia dan
tidak sedikit di antaranya merupakan zat berbahaya atau beracun bagi tubuh
manusia. Ketidaksehatan kondisi fisik, terutama paru-paru, sedikit banyak akan
mengurangi keoptimalan praktikum serta akan mengganggu dan menghambat jalannya
praktikum.
Oleh karena itu, tes buta warna
dan tes kesehatan paru-paru adalah dua jenis tes yang utama untuk seharusnya
dilaksanakan kepada setiap calon mahasiswa baru sebagai salah satu tahap
seleksi. Selama ini, tes tersebut tidak pernah diadakan bagi calon mahasiswa
baru terutama jurusan kimia di UPI yang masuk melalui jalur SNMPTN. Hal ini
merupakan suatu kelalaian karena seharusnya tes semacam ini diterapkan untuk
semua calon mahasiswa baru terutama Fakultas FPMIPA karena dibutuhkan kesehatan
fisik ekstra bagi orang-orang di bidang sains, termasuk bagi jurusan kimia yang
bekerja di laboratorium.
No comments:
Post a Comment