Monday, June 24, 2013

Perang Asimetris



Perang Asimetris
Oleh Gia Juniar Nur Wahidah
Mengkaji paparan menarik Prasetyo Sunaryo di Dewan Riset Nasional pada tanggal 10 Juli 2008 dengan judul serupa.
Apa itu perang asimetris?
Itu yang pertama kali melintas dalam  pikiran saya ketika membaca judul file presentasi Prasetyo Sunaryo. Pertanyaan berikutnya yang muncul adalah, jika ada perang asimetris maka ada pula perang simetris, lalu apa perbedaan di antara keduanya?
Karena didorong oleh rasa penasaran itulah maka saya mulai membaca slide-slide berikutnya. Walaupun banyak sekali istilah yang tak saya pahami di sana, namun di sini saya akan mencoba untuk membagikan apa yang saya dapatkan.
Perang dikelompokkan menjadi dua bentuk, yaitu perang simetris dan perang asimetris. Perang simetris merupakan bentuk perang konvensional, perang seperti yang pada umumnya kita pahami. Perang simetris atau perang konvensional umumnya terjadi karena adanya pemaksaan kehendak yang tidak dapat diselesaikan dengan cara damai atau diplomatik. Aktor dari perang jenis ini adalah negara. Sementara itu perang asimetris merupakan perang yang penyebabnya berasal dari perebutan wilayah kaya sumber daya alam atau aset strategis lainnya. Aktor dari perang ini bisa negara atau pun non negara. Jika dulu kita mengetahui seringkali terjadi jenis perang simetris, seperti Perang antara Romawi Barat dan Timur,Perang Salib, perang di Vietnam, perang Jerman Barat-Jerman Timur, Perang Pasifik, Perang Korea, dan banyak perang lainnya, maka hari ini jenis perang ke dua inilah yang kerap kita jumpai.
Pada dasarnya perang asimetris adalah perang antara dua pihak dengan kekuatan yang tidak seimbang (David & Goliath) dengan pola yang tidak beraturan dan bersifat tidak konvensional. Masing-masing pihak berusaha untuk mengembangkan taktik dan strategi untuk mengeksploitasi kelemahan lawannya dalam mencapai kemenangan. Perang asimetris adalah suatu model peperangan yang dikembangkan dari cara-cara berfikir yang tidak lazim, dan diluar aturan-aturan peperangan yang berlaku, dengan spectrum perang yang sangat luas, terbuka dan mencakup seluruh aspek-aspek kehidupan. Terminologi perang asimetris, digunakan untuk membedakan dengan perang konvensional, dimana musuh yang dihadapi jelas, aktornya negara, yang didukung oleh pasukan dengan aturan yang jelas dan peralatan militer yang dibolehkan oleh konvensi internasional. (DRN, Komtek Hankam, 2007)
Terjadinya perubahan bentuk perang dari simetris ke asimetris terjadi karena perang dengan menggunakan senjata (hard power), yang menggunakan ukuran penghancuran kekuatan militer lawan, sudah dianggap tidak efektif. Maka digunakanlah cara baru dalam berperang yaitu menggunakan soft power, antara lain : Cultural Warfare, Economic & Financial Warfare dan Information Warfare yang berfungsi membangun suatu persepsi tertentu yang diinginkan oleh lawan. Korporasi dan NGO dapat merupakan bentuk tentara baru dalam perang asimetris (Kiki Syahnakri, 2007).
Selama satu setengah abad terakhir ini, korporasi telah berusaha dan mendapatkan hak untuk mengeksploitasi SDA yang ada di dunia dan hamper diseluruh ranah usaha manusia. Dari sisi pandang korporasi, masih ada satu hambatan besar yang masih menghalangi korporasi untuk megendalikan semuanya yaitu yang dikenal “lingkungan/wilayah publik”. Pada dua dekade ini, korporasi berusaha dengan gigih menghilangkan apa saja yang dianggap rintangan olehnya. Melalui proses yang dikenal sebagai privatisasi, maka sebagian “wilayah publik” telah berpindah tangan menjadi wilayah korporat. Dengan berjalannya waktu, korporasi semakin mendikte keputusan yang seharusnya digariskan oleh pihak yang seharusnya mengawasi mereka di pemerintahan dan telah mulai mengendalikan bidang-bidang masyarakat yang sebelumnya melekat pada wilayah publik (res publica). Artinya pemegang kekuasan/kendali di masyarakat secara de facto tidak tunggal lagi, seperti pemerintah, tetapi sudah menjadi multi aktor (Joel Bakan, 2004). Inilah yang menyebabkan aktor pada perang asimetris bias dari negara ataupun non negara.
Dari tabel di atas jelaslah bahwa hari ini kita sedang menghadapi perang modern yang bertujuan untuk menghancurkan kekuatan suatu bangsa dengan merusak nilai-nilai budaya, merusak moral sehingga selanjutnya bangsa tersebut dalam kondisi “self-destruction”.
Perang modern di hari ini sudah jelas merupakan perang asimetris dan kekuatan di kedua belah pihak tak seimbang. Satu pihak kekuatannya menghaegemoni dan pihak lain tak berdaya. Indonesia hari ini—sadar atau pun tidak—sedang terkepung dalam perang ini. Di satu sisi Indonesia memiliki sumber daya alam yang melimpah yang merupakan magnet berbagai pihak yang ingin menguasai pengeksploitasiannya. Di sisi lain Indonesia juga merupakan Negara muslim terbesar di dunia, yang jika sumber daya manusianya berkualitas, maka akan berpotensi besar memimpin dan menguasai dunia—suatu kondisi yang tak pernah diinginkan oleh musuh-musuh Islam.
Mari kita tengok perkembangan ekonomi, tercatat bahwa pada tahun 1967 nilai 1 US Dollar setara sekitar 90 Rupiah di Indonesia, dan nilai 1 US Dollar setara sekitar 20 Bath di Thailand. Di tahun 2007 tercatat nilai 1 US Dollar setara sekitar 9000 Rupiah di Indonesia, dan nilai 1 US Dollar setara sekitar 40 Bath di Thailand. Dengan turunnya nilai rupiah sebesar sekitar 10.000 % dalam kurun waktu 40 tahun, sementara di Thailand, nilai baht hanya turun sekitar 100%, maka bias diduga, bahwa di Indonesia telah terjadi proses pemiskinan sistematik. Apakah keadaan tersebut bukan berasal dari sebuah produk perang asimetri? (Bambang Ismawan, 2008). Sebuah fakta tak terelakkan yang menunjukkan bahwa memang Indonesia sedang dalam kemelut perang asimetris.
 Lalu bagaimana cara memengkan perang asimetris yang terwujud dalam modern ini?
Sesungguhnya  Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sebelum mereka mengubah keadaan diri mereka sendiri.” (Q.S. Ar-Ra’d : 11)
Jika kita lihat kembali tabel di atas, ada tiga perang yang dikobarkan di perang modern ini, yaitu mind-war, knowledge-war, dan values-war. Maka untuk memenangkan perang modern, kita harus menang dalam ketiga perang tersebut.

No comments:

Post a Comment