Monday, May 6, 2013

curhat g karuan..

Parameter Kesuksesan Perempuan??

Teringat sesi tanya jawab di acarany adik2 kampus beberapa hari yang lalu. kurang lebih ginilah,
penanya: ustadz, bagaimana ciri perempuan telah menjadi seorang yang sukses?
ustadz: dilihat dari anaknya
singkat!!!
Seperti suatu hal yang simpel..tapi sesungguhnya memiliki makna yang dalam (wuiih).
 Iya,, karna ngomongnya sih gampang, pelaksanaanya itu looh!! Subhanallah! Allahu Akbar!

Jadi teringat seorang ustadz pernah bilang juga, kl tugas perempuan(istri atau ibu) dalam rumah tangga itu cuma dua. Iya, cuma DUA. Pertama, melayani suami. Ke dua, mendidik anak. Udah. Kalo berhasil ga tanggung-tanggung, rewardnya surga. Mantap kan?! Tugasnya dua, kalo berhasil rewardnya surga!
Enak ya!!?

Tapi bukan kenikmatan, kalo surga itu tiketnya ga mahal. Iya, tiket masuk surga itu ga murah, sob!
Lu kira gampang melayani suami? (jiaah, bhasanya udah mulai g karuan!)
Gampang kalo suasana hati lagi baek. Kalo lu lagi bad mood, ato lagi sibuk ma suatu urusan, dan lu harus ngurus suami lu,, kayanya ga gampang deh.
Kayanya! karena belom pernah punya suami juga siih. he.
Trus lu pikir ngurus anak juga gampang?
Yaah, tiban ngegendong, kasih makan, berentiin nangis, ma cebokin doang, bisa lah!! Kalo udah gede masukin ke sekolah mahal. Udah beres. Sukses deh lu jadi ibu!
Lu pikir gitu??
KAGA'!
Pendidikan moral alias akhlak. Itu pelajaran yang harus ditanemin di rumah, di keluarga. Mulai dari keteladanan ortu terutama ibu yang punya tugas didik anak. Terus ngasi pembelajaran mulai dari baca-hitung, interaksi sosial, ngenalin agama, smuamuanya tergantung didikan ibunya.
Dan kita g lupa kan kalo peribahasa buah jatuh ga jauh dari pohonnya?!
Makanya ngedidik anak itu harus diawali dengan ngedidik diri sendiri.
So, masih bilang kalo ngedidik anak itu gampang???
Jangan main-main..!
Nasib peradaban ada ditanganmu..


Wednesday, May 1, 2013

Akukah pemuda gelisah itu?


Katanya, bangsa ini butuh pemuda-pemuda yang gelisah. Gelisah akan nasib negerinya. Gelisah akan masa depan bangsanya.
Hari ini aku merasakan kegelisahan itu.
Aku gelisah melihat Indonesia hari ini. Aku memikirkan bagaimana jika suatu hari nanti aku adalah bagian dari stakeholder, yang harus menentukan kebijakan di negeri ini. Mengahadapi kompleksitas bangsa ini.
Hhhhh,, sekedar memikirkan Indonesia hari ini saja, aku sudah lelah. Pusingnya aku! Padahal ini baru sekedar memikirkan.
Kadang aku berpikir, jika saja aku ini mahasiswa atau pemuda seperti kebanyakan teman-temanku. Tak memikirkan bangsa ini. Tak merenungi fenomena yang ada dan memikirkan kontribusi apa yang bisa diberikan. Hanya sekedar memikirkan diri sendiri saja.  Selepas ini aku kerja di mana? Gajiku berapa? Berapa kaya suamiku nanti?… just think about that!
Tapi ya Allah apa jadinya kalau semua pemuda hari ini berpikir seperti itu. Mau dititipkan pada siapa negeri ini. Pada siapa tongkat estafet perjuangan bangsa akan diteruskan..
Tak ada pilihan, aku harus jadi yang sedikit itu. Aku harus memikirkan bangsa ini,, dan aku harus berkontribusi untuk memberikan perubahan bagi majunya negeri ini.
Kontibusiku harus dapat dicatat dalam sejarah. Namun jikapun kontribusiku tak tercatat dalam sejarah, maka aku harus tetap berkontribusi untuk negeriku.
Akankah kegelisahanku hari ini memberi arti besar untuk Indonesiaku esok hari?

Pendidikan bagi perempuan. Pentingkah?


Udahlah, S-1 cukup untuk perempuan”
Kalau kamu berpendidikan tinggi nanti banyak laki-laki yang minder dan ga mau sama kamu”
Mungkin sebagian dari kita berpikir, ‘hari gini,memang ada orang masih berpikiran kaya gitu?’. Maka saya jawab, “ADA”. Itu bahkan terjadi di sekitar kita. Ya, tak bisa dipungkiri, walau orang bilang jaman sudah maju, era globalisasi meliputi segala sendi kehidupan kita, tapi itu tak jua serta merta melepaskan stigma masyarakat secara penuh akan pentingnya pendidikan untuk kaum perempuan. 
Perempuan itu harus berpendidikan tinggi. Mengapa? Ada setidaknya empat alasan mengapa pendidikan itu penting bagi perempuan:
1.      Pendidikan sebagai sarana menambah ilmu dan wawasan
Ada setidaknya tiga alasan mengapa pendidikan merupakan sebuah sarana dalam menambah ilmu dan wawasan, yaitu
a.      Pendidikan dapat meningkatkan kompetensi diri
Pendidikan akan memaksa seseorang untuk terus mencari hal-hal baru dengan terus membaca. Orang yang banyak membaca secara otomatis akan semakin luaslah ilmu dan wawasan yang ia miliki. Di era kompetisi ini, maka ilmu dan wawasannya itu akan membantunya membentuk kompetensi diri sehingga mampu untuk berkompetisi.
b.      Pendidikan membuka wawasan berpikir
A.A Milne pernah berkata, "Bagi orang yang tidak berpendidikan; huruf A hanyalah 3 buah garis". Maka dapat kita katakana bahwa dengan pendidikan kita membuat pikiran kita menjadi terbuka. Pendidikan pun membawa kita untuk lebih bijak melihat makna kehidupan.
c.       Pendidikan mendorong kemandirian
Epictetus mengungkapkan, "Hanya orang yang berpendidikan saja yang bisa bebas". Orang yang tidak berpendidikan hidupnya akan lebih cenderung ketergantungan pada pengaruh orang lain. Dengan pendidikan maka akan membawa kita pada kebebasan berpikir, kebebasan berkata, dan kebebasan bertindak sehingga terbebas dari intervensi manusia lain.
2.      Pendidikan sebagai sarana perempuan dalam mendukung kinerja suami
Pendidikan merupakan sarana perempuan untuk memahami, memotivasi dan membekali diri agar dapat melaksanakan tuugas dan fungsinya sebagai seorang istri dalam membantu suami dengan baik. Tidak dapat dipungkiri bahwa perempuan butuh banyak keterampilan dalam menjalankan tugasnya sebagai seorang istri sehingga dapat mendukung kinerja suaminya. Keterampilan tersebut berupa keterampilan dalam mengelola harta, tenaga, dan waktu dengan baik. Pendidikan akan membantu perempuan untuk mengasah keterampilan tersebut sehingga lebih optimal. Sehingga yang dilakukan tidak hanya membuang-buang uang rumah tangga hanya untuk kepentingan pribadi yang kurang penting. Tak heran jika ada yang berkata ‘jika ingin istri cerdas, maka berilah ia buku, bukan baju atau tas’.
Seorang perempuan yang berpendidikan akan memahami posisinya sebagai mitra suami. Mengenai hal ini kita dapat belajar pada sosok Khadijah, istri Rasulullah. Ada beberapa pelajaran yang dapat kita ambil dari keteladanan seorang Khadijah,
a.      Manusia pertama yang mengimani Rasulullah
b.      Setia mendampingi Rasul berdakwah di tengah hujatan kaumnya hingga akhir hayatnya
c.       Mengifakkan banyak hartanya untuk dakwah Rasul
“Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma'ruf, mencegah dari yang munkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat dan mereka taat pada Allah dan Rasul-Nya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah; sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (At-Taubah:71)
3.      Pendidikan sebagai sarana untuk sukses dalam mendidik anak
Kapan orang tua dikatakan telah sukses mendidik anak? apakah ketika anak sekolah tinggi? apakah ketika anak memiliki pekerjaan mapan? apakah ketika anak punya penghasilan banyak? apakah ketika anak berhasil menjadi orang terkenal? apakah ketika anak berhasil menghajikan orang tua? apakah ketika anak...Maka tengoklah jawaban Allah di dalam Al-Qur'anul karim,,
"Dan orang-orang beriman, dan yang anak cucu mereka mengikuti mereka dalam keimanan, Kami hubungkan anak cucu mereka, dan Kami tidak mengurangi sedikit pun dari pahala amal mereka. Tiap-tiap manusia terikat dengan apa yang dikerjakannya..." (Ath-Thur:21) 
Maka adalah sebuah investasi yang luar biasa besar jika orang tua sukses dalam mendidik anak dan membawa ke dalam keimanan. Teringat pula bahwa satu dari tiga amal yang tak akan terputus adalah do'a dari anak yang shaleh.
“Jika seseorang meninggal dunia, maka terputuslah amalannya kecuali tiga perkara yaitu: sedekah jariyah, ilmu yang dimanfaatkan, atau do’a anak yang sholeh” (HR. Muslim no. 1631)
Agar anak menjadi shaleh, maka peran orang tua dalam mendidiknya adalah menjadi sesuatu yang sangat penting karena keluarga merupakan pendidikan awal bagi seorang anak.
Pada hakikatnya pendidikan anak adalah kewajiban dan tanggung jawab bersama antara ayah dan ibu. akan tetapi secara fitrah, perempuan/ ibu lebih dekat interaksinya dengan anak-anak karena sudah berinteraksi sejak dalam kandungan. Karena itulah maka peranan perempuan dalam pendidikan anak sangatlah besar, terutama pendidikan moral atau akhlak. tak heran jika ibu dikatakan sebagai seklah pertama bagi anak. Maka adalah sebuah kewajiban bagi laki-laki untuk memilihkan perempuan yang baik untuk anak-anaknya. Karena ibu yang baik adalah hak bagi anak.
Wanita adalah tiang negara. Apabila wanitanya baik, hebatlah suatu negara. Dan, jika rusak wanitanya, hancur pula negara tersebut. Begitu pun dalam keluarga, pera perempuan sangatlah besar bagi pembentukan  karakter pribadi anak-anaknya sebagai generasi penerus bangsa. Terlebih ketika hari ini perempuan memiliki kesempatan luas dalam mengaktualisasikan dirinya dengan berkarir di luar rumah, maka hendaknya dengan kecerdasan yang dimiliki harus pula memahami bahwa kegiatan aktualisasi diri di luar rumah pun harus diimbangi dengan kesadaran tugas utamanya di dalam rumah. Baik sebagai istri maupun sebagai seorang ibu.
4.      Pendidikan sebagai sarana perempuan membentuk eksistensi di masyarakat sehingga dapat berkontribusi dalam pembentukan good society
Hari ini banyak pihak yang mengeksploitasi perempuan. Eksploitasi yang terjadi berupa pengeksploitasian terhadap kecantikan dan kemolekan tubuh perempuan. Hampir semua iklan di TV selalu menampilkan kecantikan dan kemolekan tubuh perempuan sebagai daya tarik produknya. Sudah menjadi rahasia umum yang sangat diminati untuk dijadikan sales promotion oleh berbagai jenis produk adalah para gadis-gadis cantik, dibanding dengan laki-laki yang tentu saja para gadis tersebut berbusana ‘minimalis’. Masih banyak contoh eksploitasi terhadap perempuan yang terjadi, yang jika dipaparkan satu per satu maka tak cukup ditulis dalam 5 halaman.
Mengapa hal tersebut terjadi???
Karena image di masyarakat hal utama yang istimewa dari seorang perempuan adalah kecantikannya.  Hal tersebut tidaklah salah, namun  tak sepenuhnya benar. Perempuan tak selayaknya hanya dilihat pada aspek kecantikannya saja, namun lihatlah juga pada aspek kecerdasannya. Jangan hanya memanfaatkan kemolekan tubuhnya, tapi manfaatkan pula kemolekan pola pikirnya.
Bagaimana mengubah image yang sudah terlanjur ada ini??
Jawabannya hanya satu,
PEMBUKTIAN
Perempuan harus membuktikan pada dunia bahwa kita pun memiliki kecerdasasan, kapasitas, dapat berkompetisi dan berkiprah untuk masyarakat sehingga terbentuk good society. Menurut Presiden kita, SBY, ada 5 ciri good society yang ingin diwujudkan, yaitu
1.      Masyarakat yang berkeadaban, memiliki civility, civilized society, yang ditandai dengan perilaku masyarakatnya yang baik. “Penuh dengan etika, moralitas, budi pekerti, dan tata krama,”
2.      Masyarakat yang berpengetahuan,
3.      Masyarakat yang rukun, yang harmonis, dan yang toleran
4.      Masyarakat terbuka yang bebas mengekspresikan pikiran-pikirannya, dan
5.      Masyarakat yang tertib, patuh pada norma dan pranata.
Maka secara umum, ada dua hal besar yang dibutuhkan dalam pembentukan good society, yaitu moral dan pengetahuan. Untuk menjawab kebutuhan pertama,yaitu moral, Rasulullah telah menjelaskan dalam salah satu haditsnya sebagai jalan merekayasa masyarakat
"Barangsiapa diantara kalian melihat kemungkaran maka hendaklah ia mencegahnya dengan tangannya, kalau ia tidak mampu maka dengan lisannya, dan kalau ia tidak mampu maka dengan hatinya, mengingkari (dengan hati) itu adalah iman yang paling lemah. " {Muslim 1/50}
Dari hadits tersebut jelas bahwa berkiprah secara langsung di tengah masyarakat akan lebih mampu merekayasa masyarakat tersebut.
Agar dapat memberikan pengaruh di tengah masyarakat, seorang perempuan butuh bekal motivasi, keberanian, kebijaksanaan, dan keterampilan. Semua itu akan didapat dari proses pembinaan,, dari proses pendidikan. Perempuan-perempuan yang terbina dan terdidik tersebut yang akan berperan mengeluarkan perempuan lain dari kebobrokan moral dan kerendahan ilmu.

Dan Katakanlah: "Bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) Yang Mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan. (At-Taubah : 105)

Jadilah satu dari perempuan-perempuan pengukir sejarah.

Nestapa Perempuan dan Anak


Oleh
Gia Juniar Nur Wahidah

Tuntutan kehidupan di kota besar yang begitu ketat kompetisinya, menuntut manusia-manusia kota untuk berlomba satu sama lain untuk menghidupi dirinya. Maka dalam hal ini kita akan berbicara tentang ekonomi. Perputaran uang yang begitu cepat di kota besar membawa magnet tersendiri bagi sebagian masyarakat pinggir kota, sehingga muncul dan semakin tinggilah arus urbanisasi. Ditambah pula pembangunan yang tak merata dan sentralisasi perekonomian di kota semakin memperparah arus urbaninsasi. Dampaknya, kehidupan kota menjadi sangat crowded yang dapat dipastikan tingkat entropi semakin meningkat pula. Hal ini menimbulkan banyak masalah sosial di perkotaan, termasuk masalah yang menimpa perempuan dan anak.
Berbicara tentang perempuan dan anak, terutama di kota besar, maka ada beberapa permasalahan yang kerap menimpa kaum hawa dan anak-anak. Pertama besarnya eksploitasi perempuan dan anak. Tingginya kebutuhan ekonomi, sementara lapangan pekerjaan semakin sedikit memaksa kaum perempuan dan anak turun tangan untuk mencari ‘penghidupan’. Berbagai cara dilakukan kaum hawa untuk mendapatkan ‘peseran’ uang. Mulai dari kerja kantoran, menjadi TKW, penjual asongan, penyapu jalan, bahkan menjadi supir pun dilakoni. Kini pekerjaan di luar yang bahkan meguras tenaga tak lagi miliknya kaum adam. Bahkan berbalik tak sedikit istri yang bekerja di luar, sementara sang suami mengasuh anak di rumah.
 Di lain sisi, perempuan memanfaatkan kemolekan wajah dan tubuhnya untuk meraup uang. Menjadi artis misalnya. Hampir semua iklan produk di TV maupun media cetak ‘memakai’ perempuan sebagai modelnya, sekalipun produk merupakan ‘santapan’nya kaum laki-laki. Dalam hal ini perempuan sebagai pemanis dan meninggikan daya tarik produk. Sebut saja produk otomotif. Meski peminatnya sebagian besar laki-laki, dapat dipastikan iklannya menggunakan jasa kemolekan perempuan. Bahkan tak hanya iklan di media, untuk menarik pembeli pengusaha memilih menggunakan jasa gadis-gadis cantik berpakaian seksi utnuk menjajakan produknya. Ya, SPG menjadi daya tarik tersendiri bagi pengusaha untuk menarik pembeli terhadap produknya. Ini dapat kita lihat fenomenanya berserakan di pusat-pusat perbelanjaan kota Bandung, juga di showroom-showroom. Tak lupa tak sedikit yang memilih meraup uang banyak dengan jalan tak baik dengan menjadi penipu dan PSK. Para PSK ini jumlahnya semakin lama semakin banyak, bahkan daerah prostitusi pun semakin menjamur. Kita dapat melihatnya sebagai sisi lain Kota Bandung di malam hari. Miris.
Di samping itu, kaum anak pun tak kalah kiprahnya mencari penghidupan. Mulai dari artis, pedagang asongan, pengamen, hingga pengemis. Mengandalkan rasa kasihan pada anak-anak sehingga mengharap iba dari manusia lain, anak-anak itu dieksplotasi oleh orang tua mereka. Mereka kehilangan waktu bermain, waktu belajar, bahkan tak sedikit yang putus sekolah karena ‘terpaksa’ harus bekerja.
Masalah lain yang menimpa perempuan dan anak sebagai dampak dari permasalahan ekonomi di kota besar adalah KDRT. Berdasarkan data yang dimiliki P2TP2A Jawa Barat kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) di Kota Bandung cukup tinggi, hingga pertengahan tahun 2011 mencapai 15 kasus yang terlapor.  Karena himpitan ekonomi, emosi lebih mudah tak terkendali, dampaknya KDRT lebih banyak terjadi, dan yang menjadi korban dalam kasus KDRT sering kali adalah perempuan dan anak, meskipun dalam beberapa kasus laki-laki pun dapat menjadi korban KDRT.
Almira At-Thahirah (2006) menjelaskan bahwa sekitar 24 juta perempuan dari 217 juta penduduk Indonesia terutama di pedesaan mengakui pernah mengalami kekerasan dan yang terbesar adalah KDRT. Komnas perempuan pada tahun 2001 melakukan survei pada 14 daerah di Indonesia (Aceh, Palembang, Jambi, Bengkulu, Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Yogyakarta, Jawa Timur, Kalimantan Barat, Maluku, Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan, NTT) menunjukkan bahwa kaum perempuan paling banyak mengalami kekerasan dan penganiayaan oleh orang-orang terdekatnya serta tindak perkosaan di lingkungan komunitasnya sendiri. Selain daripada itu terdapat 60% kekerasan terhadap anak dilakukan oleh orangtua mereka! (Seto Mulyadi, Komnas Anak).
Marianne James, Senior Research pada Australian Institute of Criminology (1994), menegaskan bahwa KDRT memiliki dampak yang sangat berarti terhadap perilaku anak, baik berkenaan dengan kemampuan kognitif, kemampuan pemecahan masalah, maupun fungsi mengatasi masalah dan emosi. Sehingga jelaslah bahwa KDRT memiliki dampak negatif yang cukup besar tak hanya bagi perempuan tapi juga bagi anak.
Berkurangnya hak bermain anak menjadi permasalahan berikutnya hari ini terutama di kota besar seperti Bandung. Berkurangnya hak bermain anak ini, selain disebabkan oleh adanya eksploitasi anak dengan memaksa anak untuk bekerja seperti yang diungkapkan di atas, dapat juga disebabkan karena semakin berkurangnya area bermain anak, terutama area luar rumah. Lapangan dan taman bermain bebas bagi anak terutama di kota besar semakin lama semakin berkurang jumlahnya. Jika sepuluh tahun kebelakang kita masih bisa merasakan bermain kejar-kejaran, layangan, petak umpet, dan main bola di lapangan, maka anak-anak hari ini lebih banyak bermain di depan laptop, main PS, dan main HP. Padahal usia anak adalah usia di mana psikomotor mereka berkembang. Hal ini menimbulkan efek kurang berkembangnya kecerdasan psikomotor bagi anak.
Itulah sejumput permasalahan perempuan dan anak yang terjadi hari ini. Maka, masih tak pedulikah kita akan kondisi ini?!  Bangkit perempuan Indonesia!

Membumikan Gerakan Intelektual KAMMI di Jawa Barat


Mengenal Gerakan Intelektual
Narasi sejarah kemanusiaan membuktikan peran intelektualitas dalam proses pembebasan umat manusia. Sejarah keemasan Islam pada kepemimpinan Harun al Rasyid memberikan narasi kemajuan masyarakat dalam proses intelektual, ekonomi, politik, dan peradaban yang berkontribusi besar dalam khazanah keilmuan Barat setelah ekspansi Mongolia, khususnya khazanah ilmu Eropa. Banyak sekali ilmuwan-ilmuwan yang menganggap bahwa khazanah intelektual Timur Tengah khususnya Islam memberikan pengaruh besar pada Renaisans dan Revolusi Industri di Eropa yang akhirnya bergerak mendunia.[1]
Proses intelektualitas sarjana-sarjana Barat berangkat dari kultur “komentar” di lingkungan filsfat Yunani Kuno. Arsip-arsip gerakan intelektual ini terangkum dalam buku-buku Socrates, Aristoteles, dan kawan-kawan, hingga bergerak pada filsafat Immanuel Kant dan Sang Emansipatoris Karl Marx. Nelson Mandela dan Mahatma Gandhi juga memberikan sejarah perubahan bagi bangsanya dengan gerak-geraknya yang begitu bersahaja. Gerakan intelektual dilakukan Marx, Mandela, dan Gandhi melalui difusi di lingkungan klasnya. Marx memantapkan hati untuk hidup dengan buruh, Mandela dengan kaum Negro Afrika melalui Apartheid-nya, dan Gandhi dengan masyarakat lemah India. Gerakan-gerakan intelektual yang dilakukan pelopor-pelopor di atas memberikan tonggak pembebasan bagi klas-klas tertindas di Eropa dan memberikan kontribusi pada perubahan-perubahan sosial, politik, ekonomi, budaya, dan pemikiran di setiap sudut dunia.[2]
Intelektual sendiri berdasarkan KBBI berarti cerdas, berakal, dan berpikiran jernih berdasarkan ilmu pengetahuan. Sementara menurut versi Wikipedia, an intellectual is a person who primarily uses intelligence in either a professional or an individual capacity.
Intelektual versi Barat adalah kelompok orang yang merasa terpanggil untuk memperbaiki masyarakatnya, menangkap aspirasi mereka, merumuskannya dalam bahasa yang mudah dipahami setiap orang, menawarkan strategi dan alternatif pemecahan masalah. Dengan kata lain, intelektual adalah orang yang terlibat secara kritis dengan nilai, tujuan, dan cita-cita yang mengatasi kebutuhan-kebutuhan praktis.[3]
Ali Syari’ati memiliki istilah unik memaknai intelektual versi di atas, yaitu rausansfekr. Dia adalah pemikir tercerahkan. Ia bukanlah seorang pemikir yang merenung seorang diri di perpustakaan atau peneliti di laboratorium dengan tanpa kepedulian sosial untuk melakukan sebuah perubahan. Yang dimaksud dengan pemikir tercerahkan menurut Ali Syari’ati adalah pemikir yang sekaligus mencerahkan umatnya, membimbingnya untuk meretas sejarah dalam sebuah rangkaian transformasi gerakan.[4]
Gerakan intelektual sendiri lahir bersamaan dengan diciptakannya manusia sebagai satu-satunya makhluk berakal dan Adam merupakan sosok intelektual pertama yang diciptakan.
Dan Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya, kemudian mengemukakannya kepada para Malaikat lalu berfirman: "Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu mamang benar orang-orang yang benar!". Mereka menjawab: "Maha Suci Engkau, tidak ada yang kami ketahui selain dari apa yang telah Engkau ajarkan kepada kami; sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana". Allah berfirman: "Hai Adam, beritahukanlah kepada mereka nama-nama benda ini." Maka setelah diberitahukannya kepada mereka nama-nama benda itu, Allah berfirman: "Bukankah sudah Ku katakan kepadamu, bahwa sesungguhnya Aku mengetahui rahasia langit dan bumi dan mengetahui apa yang kamu lahirkan dan apa yang kamu sembunyikan?" (Q.S. Al-Baqarah : 31-33)
Di indonesia gerakan intelektual yang dilakukan pemerintah belanda sebagai salah satu perwujudan politik etis, justru menjadi bumerang karena dari sanalah lahir tokoh-tokoh intelektual muda Indonesia. Soekarno, Hatta, dan Syahrir merupakan tiga orang tamatan sekolah ‘Barat’ yang memiliki kontribusi besar bagi terwujudnya proklamasi kemerdekaan Indonesia di tahun 1945.
Profil intelektual Indonesia adalah profil sekuler akademis. Pengaruh ilmu pengetahuan juga terbentur pada sekat verbal mulut-mulut intelektual untuk difusi ide, wacana, melakukan perubahan, dan bersinergi dengan masyarakat. Agaknya dibutuhkan “adaptor” untuk merespon alienasi antara intelektual dan masyarakat dalam kajian struktural-fungsional antara kampus dan masyarakat. Berbeda dengan sejarahnya dahulu, gerakan intelektual kini bergerak melalui mulut-mulut di ruang sidang, rapat, majelis, hotel, dan lain-lain yang kesemuanya berembel-embel “rapat tertutup”.[5]
Mulut-mulut intelektual dalam proses pembangunan bangsa Indonesia telah ditantang Ridwan Saidi dalam buku Islam dan Moralitas Pembangunan (1984) dan Kuntowijoyo dalam buku Islam Sebagai Ilmu (2006). Keberpihakan Kuntowijoyo dan Ridwan Saidi muncul tidak sekedar tanpa sebab. Narasi sekulerisasi ilmu pengetahuan oleh intelektual Indonesia kini menjadi penyebab utama kemunculan ilmu-ilmu sosial profetik, progresif, transformatif, alternatif, dan lain-lain.[6]
Di KAMMI sendiri muncul istilah intelektual profetik—sebagai salah satu buah sekularisme ilmu pengetahuan di Indonesia—sebagai salah satu paradigma gerakan KAMMI.
a.       Gerakan Intelektual Profetik adalah gerakan yang meletakkan keimanan sebagai ruh atas penjelajahan nalar akal
b.      Gerakan Intelektual Profetik merupakan gerakan yang mengembalikan secara tulus dialektika wacana pada prinsip-prinsip kemanusiaan yang universal
c.       Gerakan Intelektual Profetik adalah gerakan yang mempertemukan nalar akal dan nalar wahyu pada usaha perjuangan perlawanan, pembebasan, pencerahan, dan pemberdayaan manusia secara organik.
d.      Gerakan Intelektual Profetik adalah gerakan pemikiran yang menjangkau realitas rakyat dan terlibat dalam penyelesaian masalah rakyat.[7]
Maka telah jelaslah intelektual versi KAMMI dan yang harus dilakukan saat ini adalah bagaimana membumikan paradigma intelektual profetik ini dikalangan para kader. Sehingga setiap kader dapat mengahayati dirinya sebagai seorang intelektual profetik yang dapat memaksimalkan segenap potensinya untuk menyelesaikan masalah rakyat.
Masifikasi Gerakan Intelektual KAMMI di Jawa Barat
Jika kita lihat, Jawa Barat sejak zaman pergerakan dulu memberikan kontribusi sebagai pusat intelektual. Di sana tempat berkumpulnya para intelektual muda Indonesia. M.Natsir dan Soekarno merupakan dua tokoh intelektual yang mengenyam bangku pendidikan di Jawa Barat. Sejak zaman kolonialisme, sudah terdapat cukup banyak lembaga pendidikan di Jawa Barat. Namun di satu sisi yang menjadi fenomena lain atas klaim Jwa Barat sebagia pusat intelektual adalah ternyata justru tokoh-tokoh luar Jawa Barat yang berhasil dilahirkan dari lembaga pendidikan yang ada. Tokoh Jawa Barat sendiri walaupun ada namun jumlahnya tak terlalu banyak.
Jika dikaitkan dengan kultur di Sunda, bisa jadi salah satu penyebab tak banyaknya lahir tokoh intelektual di Jawa Barat karena adanya budaya pamali. Budaya pamali ini cukup ampuh meredam keberanian perkembangan pemikiran terutama di kalangan anak muda. Budaya pamali ini pun semakin meneguhkan budaya feodalisme di masyarakat. Maka bisa jadi ini pula yang kemudian menahan kaum intelektual Jawa Barat untuk mengasah potensinya.
Budaya merupakan seuatu kebiasaan yang dilakukan secara terus menerus. Maka untuk mengubah suatu budaya, maka yang harus dilakukan adalah membuat suatu kebiasaan lain yang ditanamkan untuk dilakukan terus menerus hingga membudaya. Lalu budaya apa yang harus dilakukan untuk kembali membumikan gerakan intelektual di Jawa Barat?? Ada tiga habits yang bisa digalakkan, yaitu membaca, menulis, dan berdiskusi.
Dengan membaca seseorang dapat belajar pada para tokoh, mengenali perkembangan zaman, fenomena dan permasalahan yang terjadi, dan berbagai hal lain. Sementara dengan menulis itu artinya ia mengeluarkan gagasannya sebagai tanggapan atas fenomena yang terjadi dan solusi atas permasalahan yang ada. Kemudian dengan berdiskusi itu artinya ada suatu tahap menguji kebenaran dan keyakinan atas gagasan yang kita miliki.
Maka dengan membudayakan membaca, menulis, dan berdiskusi, diharapkan para intelektual dapat benar-benar memberikan kontribusi nyata atas perbaikan bangsa. Menyambungkan ruang idealita dan realita.
Referensi
GBHO KAMMI, Hasil-hasil MUKTAMAR VII KAMMI di Banda Aceh, 13-18 Maret 2011,
Imam, Rijalul.(2013). “Profil Intelektual Profetik: Elaborasi Filosofis-Quranik Paradigma Gerakan KAMMI”.  Jurnal KAMMI Kultural. Tersedia [Online]: http://kammikultural.wordpress.com/2013/02/21/ibhar-vol-1-profil-intelektual-profetik-elaborasi-filosofis-quranik-paradigma-gerakan-kammi.[26 April 2013].
Putra, Maulana Kurnia. (2011). “Narasi Sejarah Intelektual Mulut Indonesia”. Jurnal Online Sosiologi: Dialektika Edisi 07 Tahun 2011: ISSN 1858-3857.



[1] Maulana Kurnia Putra, “Narasi Sejarah Intelektual Mulut Indonesia”, Jurnal Online Sosiologi Dialektika Edisi 07 Tahun 2011, hlm. 1.
[2] Ibid., hlm. 1.
[3] Rijalul Imam, “Profil Intelektual Profetik: Elaborasi Filosofis-Quranik Paradigma Gerakan KAMMI”, Jurnal KAMMI Kultural, diakses dari http://kammikultural.wordpress.com/2013/02/21/ibhar-vol-1-profil-intelektual-profetik-elaborasi-filosofis-quranik-paradigma-gerakan-kammi/, diakses pada tanggal 26 April 2013 pukul 07.24.
[4]  Ibid.
[5] Maulana Kurnia Putra, “Narasi Sejarah Intelektual Mulut Indonesia”, Jurnal Online Sosiologi Dialektika Edisi 07 Tahun 2011, hal. 2
[6] Ibid., hal. 2
[7] GBHO KAMMI, Hasil-hasil MUKTAMAR VII KAMMI di Banda Aceh, 13-18 Maret 2011, hal. 133.