Parameter Kesuksesan Perempuan??
Teringat sesi tanya jawab di acarany adik2 kampus beberapa hari yang lalu. kurang lebih ginilah,
penanya: ustadz, bagaimana ciri perempuan telah menjadi seorang yang sukses?
ustadz: dilihat dari anaknya
singkat!!!
Seperti suatu hal yang simpel..tapi sesungguhnya memiliki makna yang dalam (wuiih).
Iya,, karna ngomongnya sih gampang, pelaksanaanya itu looh!! Subhanallah! Allahu Akbar!
Jadi teringat seorang ustadz pernah bilang juga, kl tugas perempuan(istri atau ibu) dalam rumah tangga itu cuma dua. Iya, cuma DUA. Pertama, melayani suami. Ke dua, mendidik anak. Udah. Kalo berhasil ga tanggung-tanggung, rewardnya surga. Mantap kan?! Tugasnya dua, kalo berhasil rewardnya surga!
Enak ya!!?
Tapi bukan kenikmatan, kalo surga itu tiketnya ga mahal. Iya, tiket masuk surga itu ga murah, sob!
Lu kira gampang melayani suami? (jiaah, bhasanya udah mulai g karuan!)
Gampang kalo suasana hati lagi baek. Kalo lu lagi bad mood, ato lagi sibuk ma suatu urusan, dan lu harus ngurus suami lu,, kayanya ga gampang deh.
Kayanya! karena belom pernah punya suami juga siih. he.
Trus lu pikir ngurus anak juga gampang?
Yaah, tiban ngegendong, kasih makan, berentiin nangis, ma cebokin doang, bisa lah!! Kalo udah gede masukin ke sekolah mahal. Udah beres. Sukses deh lu jadi ibu!
Lu pikir gitu??
KAGA'!
Pendidikan moral alias akhlak. Itu pelajaran yang harus ditanemin di rumah, di keluarga. Mulai dari keteladanan ortu terutama ibu yang punya tugas didik anak. Terus ngasi pembelajaran mulai dari baca-hitung, interaksi sosial, ngenalin agama, smuamuanya tergantung didikan ibunya.
Dan kita g lupa kan kalo peribahasa buah jatuh ga jauh dari pohonnya?!
Makanya ngedidik anak itu harus diawali dengan ngedidik diri sendiri.
So, masih bilang kalo ngedidik anak itu gampang???
Jangan main-main..!
Nasib peradaban ada ditanganmu..
Monday, May 6, 2013
Wednesday, May 1, 2013
Akukah pemuda gelisah itu?
Katanya,
bangsa ini butuh pemuda-pemuda yang gelisah. Gelisah akan nasib negerinya.
Gelisah akan masa depan bangsanya.
Hari
ini aku merasakan kegelisahan itu.
Aku
gelisah melihat Indonesia hari ini. Aku memikirkan bagaimana jika suatu hari
nanti aku adalah bagian dari stakeholder,
yang harus menentukan kebijakan di negeri ini. Mengahadapi kompleksitas bangsa
ini.
Hhhhh,,
sekedar memikirkan Indonesia hari ini saja, aku sudah lelah. Pusingnya aku! Padahal
ini baru sekedar memikirkan.
Kadang
aku berpikir, jika saja aku ini mahasiswa atau pemuda seperti kebanyakan
teman-temanku. Tak memikirkan bangsa ini. Tak merenungi fenomena yang ada dan memikirkan
kontribusi apa yang bisa diberikan. Hanya sekedar memikirkan diri sendiri
saja. Selepas ini aku kerja di mana?
Gajiku berapa? Berapa kaya suamiku nanti?… just
think about that!
Tapi
ya Allah apa jadinya kalau semua pemuda hari ini berpikir seperti itu. Mau
dititipkan pada siapa negeri ini. Pada siapa tongkat estafet perjuangan bangsa
akan diteruskan..
Tak
ada pilihan, aku harus jadi yang sedikit itu. Aku harus memikirkan bangsa ini,,
dan aku harus berkontribusi untuk memberikan perubahan bagi majunya negeri ini.
Kontibusiku
harus dapat dicatat dalam sejarah. Namun jikapun kontribusiku tak tercatat
dalam sejarah, maka aku harus tetap berkontribusi untuk negeriku.
Akankah
kegelisahanku hari ini memberi arti besar untuk Indonesiaku esok hari?
Pendidikan bagi perempuan. Pentingkah?
“Udahlah, S-1 cukup untuk perempuan”
“Kalau kamu berpendidikan tinggi nanti
banyak laki-laki yang minder dan ga mau sama kamu”
Mungkin
sebagian dari kita berpikir, ‘hari gini,memang
ada orang masih berpikiran kaya gitu?’.
Maka saya jawab, “ADA”. Itu bahkan terjadi di sekitar kita. Ya, tak bisa
dipungkiri, walau orang bilang jaman
sudah maju, era globalisasi meliputi segala sendi kehidupan kita, tapi itu tak
jua serta merta melepaskan stigma masyarakat secara penuh akan pentingnya
pendidikan untuk kaum perempuan.
Perempuan
itu harus berpendidikan tinggi. Mengapa? Ada setidaknya empat alasan mengapa
pendidikan itu penting bagi perempuan:
1.
Pendidikan
sebagai sarana menambah ilmu dan wawasan
Ada setidaknya tiga alasan mengapa pendidikan
merupakan sebuah sarana dalam menambah ilmu dan wawasan, yaitu
a. Pendidikan dapat meningkatkan kompetensi diri
Pendidikan akan
memaksa seseorang untuk terus mencari hal-hal baru dengan terus membaca. Orang
yang banyak membaca secara otomatis akan semakin luaslah ilmu dan wawasan yang
ia miliki. Di era kompetisi ini, maka ilmu dan wawasannya itu akan membantunya
membentuk kompetensi diri sehingga mampu untuk berkompetisi.
b. Pendidikan membuka wawasan berpikir
A.A Milne pernah
berkata, "Bagi orang yang tidak berpendidikan; huruf A hanyalah 3 buah
garis". Maka dapat kita katakana bahwa dengan pendidikan kita membuat
pikiran kita menjadi terbuka. Pendidikan pun membawa kita untuk lebih bijak
melihat makna kehidupan.
c. Pendidikan mendorong kemandirian
Epictetus
mengungkapkan, "Hanya orang yang berpendidikan saja yang bisa bebas".
Orang yang tidak berpendidikan hidupnya akan lebih cenderung ketergantungan
pada pengaruh orang lain. Dengan pendidikan maka akan membawa kita pada
kebebasan berpikir, kebebasan berkata, dan kebebasan bertindak sehingga
terbebas dari intervensi manusia lain.
2.
Pendidikan
sebagai sarana perempuan dalam mendukung kinerja suami
Pendidikan merupakan sarana perempuan untuk
memahami, memotivasi dan membekali diri agar dapat melaksanakan tuugas dan
fungsinya sebagai seorang istri dalam membantu suami dengan baik. Tidak dapat
dipungkiri bahwa perempuan butuh banyak keterampilan dalam menjalankan tugasnya
sebagai seorang istri sehingga dapat mendukung kinerja suaminya. Keterampilan
tersebut berupa keterampilan dalam mengelola harta, tenaga, dan waktu dengan
baik. Pendidikan akan membantu perempuan untuk mengasah keterampilan tersebut
sehingga lebih optimal. Sehingga yang dilakukan tidak hanya membuang-buang uang
rumah tangga hanya untuk kepentingan pribadi yang kurang penting. Tak heran
jika ada yang berkata ‘jika ingin istri cerdas, maka berilah ia buku, bukan
baju atau tas’.
Seorang perempuan yang berpendidikan akan
memahami posisinya sebagai mitra suami. Mengenai hal ini kita dapat belajar
pada sosok Khadijah, istri Rasulullah. Ada beberapa pelajaran yang dapat kita
ambil dari keteladanan seorang Khadijah,
a. Manusia pertama yang mengimani Rasulullah
b. Setia mendampingi Rasul berdakwah di tengah
hujatan kaumnya hingga akhir hayatnya
c. Mengifakkan banyak hartanya untuk dakwah Rasul
“Dan
orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebagian mereka (adalah)
menjadi penolong bagi sebagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang
ma'ruf, mencegah dari yang munkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat dan
mereka taat pada Allah dan Rasul-Nya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah;
sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (At-Taubah:71)
3.
Pendidikan
sebagai sarana untuk sukses dalam mendidik anak
Kapan orang tua dikatakan telah sukses
mendidik anak? apakah ketika anak sekolah tinggi? apakah ketika anak memiliki
pekerjaan mapan? apakah ketika anak punya penghasilan banyak? apakah ketika
anak berhasil menjadi orang terkenal? apakah ketika anak berhasil menghajikan
orang tua? apakah ketika anak...Maka tengoklah jawaban Allah di dalam
Al-Qur'anul karim,,
"Dan orang-orang beriman, dan
yang anak cucu mereka mengikuti mereka dalam keimanan, Kami hubungkan anak cucu
mereka, dan Kami tidak mengurangi sedikit pun dari pahala amal mereka.
Tiap-tiap manusia terikat dengan apa yang dikerjakannya..."
(Ath-Thur:21)
Maka adalah sebuah investasi yang luar biasa besar jika orang tua
sukses dalam mendidik anak dan membawa ke dalam keimanan. Teringat pula bahwa
satu dari tiga amal yang tak akan terputus adalah do'a dari anak yang shaleh.
“Jika seseorang meninggal dunia,
maka terputuslah amalannya kecuali tiga perkara yaitu: sedekah jariyah, ilmu
yang dimanfaatkan, atau do’a anak yang sholeh” (HR. Muslim no. 1631)
Agar anak menjadi shaleh, maka peran orang tua dalam mendidiknya
adalah menjadi sesuatu yang sangat penting karena keluarga merupakan pendidikan
awal bagi seorang anak.
Pada hakikatnya pendidikan anak adalah kewajiban dan tanggung
jawab bersama antara ayah dan ibu. akan tetapi secara fitrah, perempuan/ ibu
lebih dekat interaksinya dengan anak-anak karena sudah berinteraksi sejak dalam
kandungan. Karena itulah maka peranan perempuan dalam pendidikan anak sangatlah
besar, terutama pendidikan moral atau akhlak. tak heran jika ibu dikatakan
sebagai seklah pertama bagi anak. Maka adalah sebuah kewajiban bagi laki-laki
untuk memilihkan perempuan yang baik untuk anak-anaknya. Karena ibu yang baik
adalah hak bagi anak.
Wanita adalah tiang negara.
Apabila wanitanya baik, hebatlah suatu negara. Dan, jika rusak wanitanya,
hancur pula negara tersebut. Begitu pun dalam keluarga, pera perempuan sangatlah besar bagi
pembentukan karakter pribadi anak-anaknya sebagai generasi penerus
bangsa. Terlebih ketika hari ini perempuan memiliki kesempatan luas dalam
mengaktualisasikan dirinya dengan berkarir di luar rumah, maka hendaknya dengan
kecerdasan yang dimiliki harus pula memahami bahwa kegiatan aktualisasi diri di
luar rumah pun harus diimbangi dengan kesadaran tugas utamanya di dalam rumah.
Baik sebagai istri maupun sebagai seorang ibu.
4.
Pendidikan
sebagai sarana perempuan membentuk eksistensi di masyarakat sehingga dapat
berkontribusi dalam pembentukan good society
Hari ini banyak pihak yang mengeksploitasi
perempuan. Eksploitasi yang terjadi berupa pengeksploitasian terhadap
kecantikan dan kemolekan tubuh perempuan. Hampir semua iklan di TV selalu
menampilkan kecantikan dan kemolekan tubuh perempuan sebagai daya tarik
produknya. Sudah menjadi rahasia umum yang sangat diminati untuk dijadikan
sales promotion oleh berbagai jenis produk adalah para gadis-gadis cantik,
dibanding dengan laki-laki yang tentu saja para gadis tersebut berbusana ‘minimalis’.
Masih banyak contoh eksploitasi terhadap perempuan yang terjadi, yang jika
dipaparkan satu per satu maka tak cukup ditulis dalam 5 halaman.
Mengapa hal tersebut terjadi???
Karena image di masyarakat hal utama yang
istimewa dari seorang perempuan adalah kecantikannya. Hal tersebut tidaklah salah, namun tak sepenuhnya benar. Perempuan tak
selayaknya hanya dilihat pada aspek kecantikannya saja, namun lihatlah juga
pada aspek kecerdasannya. Jangan hanya memanfaatkan kemolekan tubuhnya, tapi
manfaatkan pula kemolekan pola pikirnya.
Bagaimana mengubah image yang sudah terlanjur
ada ini??
Jawabannya hanya satu,
PEMBUKTIAN
Perempuan harus membuktikan pada dunia bahwa
kita pun memiliki kecerdasasan, kapasitas, dapat berkompetisi dan berkiprah
untuk masyarakat sehingga terbentuk good society. Menurut Presiden kita, SBY,
ada 5 ciri good society yang ingin diwujudkan, yaitu
1.
Masyarakat yang berkeadaban, memiliki civility, civilized society,
yang ditandai dengan perilaku masyarakatnya yang baik. “Penuh dengan etika,
moralitas, budi pekerti, dan tata krama,”
2.
Masyarakat yang berpengetahuan,
3.
Masyarakat yang rukun, yang harmonis, dan yang toleran
4.
Masyarakat terbuka yang bebas mengekspresikan pikiran-pikirannya, dan
5.
Masyarakat yang tertib, patuh pada norma dan pranata.
Maka secara umum, ada dua hal besar yang dibutuhkan dalam
pembentukan good society, yaitu moral dan pengetahuan. Untuk menjawab kebutuhan
pertama,yaitu moral, Rasulullah telah menjelaskan dalam salah satu haditsnya
sebagai jalan merekayasa masyarakat
"Barangsiapa diantara kalian
melihat kemungkaran maka hendaklah ia mencegahnya dengan tangannya, kalau ia
tidak mampu maka dengan lisannya, dan kalau ia tidak mampu maka dengan hatinya,
mengingkari (dengan hati) itu adalah iman yang paling lemah. " {Muslim 1/50}
Dari hadits tersebut jelas bahwa
berkiprah secara langsung di tengah masyarakat akan lebih mampu merekayasa
masyarakat tersebut.
Agar dapat memberikan pengaruh di
tengah masyarakat, seorang perempuan butuh bekal motivasi, keberanian,
kebijaksanaan, dan keterampilan. Semua itu akan didapat dari proses pembinaan,,
dari proses pendidikan. Perempuan-perempuan yang terbina dan terdidik tersebut
yang akan berperan mengeluarkan perempuan lain dari kebobrokan moral dan
kerendahan ilmu.
Dan Katakanlah: "Bekerjalah kamu,
maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu,
dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) Yang Mengetahui akan yang ghaib dan
yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan.
(At-Taubah : 105)
Jadilah
satu dari perempuan-perempuan pengukir sejarah.
Nestapa Perempuan dan Anak
Oleh
Gia
Juniar Nur Wahidah
Tuntutan
kehidupan di kota besar yang begitu ketat kompetisinya, menuntut
manusia-manusia kota untuk berlomba satu sama lain untuk menghidupi dirinya.
Maka dalam hal ini kita akan berbicara tentang ekonomi. Perputaran uang yang
begitu cepat di kota besar membawa magnet tersendiri bagi sebagian masyarakat
pinggir kota, sehingga muncul dan semakin tinggilah arus urbanisasi. Ditambah
pula pembangunan yang tak merata dan sentralisasi perekonomian di kota semakin
memperparah arus urbaninsasi. Dampaknya, kehidupan kota menjadi sangat crowded
yang dapat dipastikan tingkat entropi semakin meningkat pula. Hal ini
menimbulkan banyak masalah sosial di perkotaan, termasuk masalah yang menimpa
perempuan dan anak.
Berbicara
tentang perempuan dan anak, terutama di kota besar, maka ada beberapa
permasalahan yang kerap menimpa kaum hawa dan anak-anak. Pertama besarnya
eksploitasi perempuan dan anak. Tingginya kebutuhan ekonomi, sementara lapangan
pekerjaan semakin sedikit memaksa kaum perempuan dan anak turun tangan untuk
mencari ‘penghidupan’. Berbagai cara dilakukan kaum hawa untuk mendapatkan
‘peseran’ uang. Mulai dari kerja kantoran, menjadi TKW, penjual asongan,
penyapu jalan, bahkan menjadi supir pun dilakoni. Kini pekerjaan di luar yang
bahkan meguras tenaga tak lagi miliknya kaum adam. Bahkan berbalik tak sedikit
istri yang bekerja di luar, sementara sang suami mengasuh anak di rumah.
Di lain sisi, perempuan memanfaatkan kemolekan
wajah dan tubuhnya untuk meraup uang. Menjadi artis misalnya. Hampir semua
iklan produk di TV maupun media cetak ‘memakai’ perempuan sebagai modelnya,
sekalipun produk merupakan ‘santapan’nya kaum laki-laki. Dalam hal ini
perempuan sebagai pemanis dan meninggikan daya tarik produk. Sebut saja produk
otomotif. Meski peminatnya sebagian besar laki-laki, dapat dipastikan iklannya
menggunakan jasa kemolekan perempuan. Bahkan tak hanya iklan di media, untuk
menarik pembeli pengusaha memilih menggunakan jasa gadis-gadis cantik
berpakaian seksi utnuk menjajakan produknya. Ya, SPG menjadi daya tarik
tersendiri bagi pengusaha untuk menarik pembeli terhadap produknya. Ini dapat
kita lihat fenomenanya berserakan di pusat-pusat perbelanjaan kota Bandung,
juga di showroom-showroom. Tak lupa tak sedikit yang memilih meraup uang banyak
dengan jalan tak baik dengan menjadi penipu dan PSK. Para PSK ini jumlahnya
semakin lama semakin banyak, bahkan daerah prostitusi pun semakin menjamur.
Kita dapat melihatnya sebagai sisi lain Kota Bandung di malam hari. Miris.
Di
samping itu, kaum anak pun tak kalah kiprahnya mencari penghidupan. Mulai dari
artis, pedagang asongan, pengamen, hingga pengemis. Mengandalkan rasa kasihan
pada anak-anak sehingga mengharap iba dari manusia lain, anak-anak itu
dieksplotasi oleh orang tua mereka. Mereka kehilangan waktu bermain, waktu
belajar, bahkan tak sedikit yang putus sekolah karena ‘terpaksa’ harus bekerja.
Masalah
lain yang menimpa perempuan dan anak sebagai dampak dari permasalahan ekonomi
di kota besar adalah KDRT. Berdasarkan data yang dimiliki P2TP2A Jawa Barat
kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) di Kota Bandung cukup tinggi, hingga
pertengahan tahun 2011 mencapai 15 kasus yang terlapor. Karena himpitan ekonomi, emosi lebih mudah
tak terkendali, dampaknya KDRT lebih banyak terjadi, dan yang menjadi korban
dalam kasus KDRT sering kali adalah perempuan dan anak, meskipun dalam beberapa
kasus laki-laki pun dapat menjadi korban KDRT.
Almira
At-Thahirah (2006) menjelaskan bahwa sekitar 24 juta perempuan dari 217 juta
penduduk Indonesia terutama di pedesaan mengakui pernah mengalami kekerasan dan
yang terbesar adalah KDRT. Komnas perempuan pada tahun 2001 melakukan survei
pada 14 daerah di Indonesia (Aceh, Palembang, Jambi, Bengkulu, Jakarta, Jawa
Barat, Jawa Tengah, Yogyakarta, Jawa Timur, Kalimantan Barat, Maluku, Sulawesi
Utara, Sulawesi Selatan, NTT) menunjukkan bahwa kaum perempuan paling banyak
mengalami kekerasan dan penganiayaan oleh orang-orang terdekatnya serta
tindak perkosaan di lingkungan komunitasnya sendiri. Selain daripada itu
terdapat 60% kekerasan terhadap anak dilakukan oleh orangtua mereka! (Seto
Mulyadi, Komnas Anak).
Marianne
James, Senior Research pada Australian Institute of Criminology (1994), menegaskan
bahwa KDRT memiliki dampak yang sangat berarti terhadap perilaku anak, baik
berkenaan dengan kemampuan kognitif, kemampuan pemecahan masalah, maupun fungsi
mengatasi masalah dan emosi. Sehingga jelaslah bahwa KDRT memiliki dampak
negatif yang cukup besar tak hanya bagi perempuan tapi juga bagi anak.
Berkurangnya
hak bermain anak menjadi permasalahan berikutnya hari ini terutama di kota
besar seperti Bandung. Berkurangnya hak bermain anak ini, selain disebabkan
oleh adanya eksploitasi anak dengan memaksa anak untuk bekerja seperti yang
diungkapkan di atas, dapat juga disebabkan karena semakin berkurangnya area
bermain anak, terutama area luar rumah. Lapangan dan taman bermain bebas bagi
anak terutama di kota besar semakin lama semakin berkurang jumlahnya. Jika
sepuluh tahun kebelakang kita masih bisa merasakan bermain kejar-kejaran,
layangan, petak umpet, dan main bola di lapangan, maka anak-anak hari ini lebih
banyak bermain di depan laptop, main PS, dan main HP. Padahal usia anak adalah
usia di mana psikomotor mereka berkembang. Hal ini menimbulkan efek kurang
berkembangnya kecerdasan psikomotor bagi anak.
Itulah
sejumput permasalahan perempuan dan anak yang terjadi hari ini. Maka, masih tak
pedulikah kita akan kondisi ini?!
Bangkit perempuan Indonesia!
Membumikan Gerakan Intelektual KAMMI di Jawa Barat
Mengenal
Gerakan Intelektual
Narasi sejarah kemanusiaan
membuktikan peran intelektualitas dalam proses pembebasan umat manusia. Sejarah
keemasan Islam pada kepemimpinan Harun al Rasyid memberikan narasi kemajuan
masyarakat dalam proses intelektual, ekonomi, politik, dan peradaban yang
berkontribusi besar dalam khazanah keilmuan Barat setelah ekspansi Mongolia,
khususnya khazanah ilmu Eropa. Banyak sekali ilmuwan-ilmuwan yang menganggap
bahwa khazanah intelektual Timur Tengah khususnya Islam memberikan pengaruh
besar pada Renaisans dan Revolusi Industri di Eropa yang akhirnya bergerak
mendunia.[1]
Proses
intelektualitas sarjana-sarjana Barat berangkat dari kultur “komentar” di
lingkungan filsfat Yunani Kuno. Arsip-arsip gerakan intelektual ini terangkum
dalam buku-buku Socrates, Aristoteles, dan kawan-kawan, hingga bergerak pada
filsafat Immanuel Kant dan Sang Emansipatoris Karl Marx. Nelson Mandela dan
Mahatma Gandhi juga memberikan sejarah perubahan bagi bangsanya dengan
gerak-geraknya yang begitu bersahaja. Gerakan intelektual dilakukan Marx,
Mandela, dan Gandhi melalui difusi di lingkungan klasnya. Marx memantapkan hati
untuk hidup dengan buruh, Mandela dengan kaum Negro Afrika melalui
Apartheid-nya, dan Gandhi dengan masyarakat lemah India. Gerakan-gerakan
intelektual yang dilakukan pelopor-pelopor di atas memberikan tonggak
pembebasan bagi klas-klas tertindas di Eropa dan memberikan kontribusi pada
perubahan-perubahan sosial, politik, ekonomi, budaya, dan pemikiran di setiap
sudut dunia.[2]
Intelektual
sendiri berdasarkan KBBI berarti cerdas, berakal, dan berpikiran jernih
berdasarkan ilmu pengetahuan. Sementara menurut versi Wikipedia, an intellectual is a person who primarily
uses intelligence in either a professional or an individual capacity.
Intelektual versi Barat adalah kelompok
orang yang merasa terpanggil untuk memperbaiki masyarakatnya, menangkap
aspirasi mereka, merumuskannya dalam bahasa yang mudah dipahami setiap orang,
menawarkan strategi dan alternatif pemecahan masalah. Dengan kata lain,
intelektual adalah orang yang terlibat secara kritis dengan nilai, tujuan, dan
cita-cita yang mengatasi kebutuhan-kebutuhan praktis.[3]
Ali Syari’ati memiliki istilah unik memaknai
intelektual versi di atas, yaitu rausansfekr. Dia adalah pemikir
tercerahkan. Ia bukanlah seorang pemikir yang merenung seorang diri di
perpustakaan atau peneliti di laboratorium dengan tanpa kepedulian sosial untuk
melakukan sebuah perubahan. Yang dimaksud dengan pemikir tercerahkan menurut
Ali Syari’ati adalah pemikir yang sekaligus mencerahkan umatnya, membimbingnya
untuk meretas sejarah dalam sebuah rangkaian transformasi gerakan.[4]
Gerakan
intelektual sendiri lahir bersamaan dengan diciptakannya manusia sebagai
satu-satunya makhluk berakal dan Adam merupakan sosok intelektual pertama yang
diciptakan.
Dan
Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya, kemudian
mengemukakannya kepada para Malaikat lalu berfirman: "Sebutkanlah
kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu mamang benar orang-orang yang
benar!". Mereka menjawab: "Maha Suci Engkau, tidak ada yang kami
ketahui selain dari apa yang telah Engkau ajarkan kepada kami; sesungguhnya
Engkaulah Yang Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana". Allah berfirman:
"Hai Adam, beritahukanlah kepada mereka nama-nama benda ini." Maka
setelah diberitahukannya kepada mereka nama-nama benda itu, Allah berfirman:
"Bukankah sudah Ku katakan kepadamu, bahwa sesungguhnya Aku mengetahui
rahasia langit dan bumi dan mengetahui apa yang kamu lahirkan dan apa yang kamu
sembunyikan?" (Q.S. Al-Baqarah : 31-33)
Di
indonesia gerakan intelektual yang dilakukan pemerintah belanda sebagai salah satu
perwujudan politik etis, justru menjadi bumerang karena dari sanalah lahir tokoh-tokoh
intelektual muda Indonesia. Soekarno, Hatta, dan Syahrir merupakan tiga orang
tamatan sekolah ‘Barat’ yang memiliki kontribusi besar bagi terwujudnya
proklamasi kemerdekaan Indonesia di tahun 1945.
Profil
intelektual Indonesia adalah profil sekuler akademis. Pengaruh ilmu pengetahuan
juga terbentur pada sekat verbal mulut-mulut intelektual untuk difusi ide,
wacana, melakukan perubahan, dan bersinergi dengan masyarakat. Agaknya
dibutuhkan “adaptor” untuk merespon alienasi antara intelektual dan masyarakat
dalam kajian struktural-fungsional antara kampus dan masyarakat. Berbeda dengan
sejarahnya dahulu, gerakan intelektual kini bergerak melalui mulut-mulut di
ruang sidang, rapat, majelis, hotel, dan lain-lain yang kesemuanya
berembel-embel “rapat tertutup”.[5]
Mulut-mulut
intelektual dalam proses pembangunan bangsa Indonesia telah ditantang Ridwan
Saidi dalam buku Islam dan Moralitas Pembangunan (1984) dan Kuntowijoyo
dalam buku Islam Sebagai Ilmu (2006). Keberpihakan Kuntowijoyo dan
Ridwan Saidi muncul tidak sekedar tanpa sebab. Narasi sekulerisasi ilmu
pengetahuan oleh intelektual Indonesia kini menjadi penyebab utama kemunculan
ilmu-ilmu sosial profetik, progresif, transformatif, alternatif, dan lain-lain.[6]
Di
KAMMI sendiri muncul istilah intelektual profetik—sebagai salah satu buah
sekularisme ilmu pengetahuan di Indonesia—sebagai salah satu paradigma gerakan
KAMMI.
a.
Gerakan Intelektual Profetik
adalah gerakan yang meletakkan keimanan sebagai ruh atas penjelajahan nalar
akal
b.
Gerakan Intelektual Profetik
merupakan gerakan yang mengembalikan secara tulus dialektika wacana pada
prinsip-prinsip kemanusiaan yang universal
c.
Gerakan Intelektual Profetik
adalah gerakan yang mempertemukan nalar akal dan nalar wahyu pada usaha
perjuangan perlawanan, pembebasan, pencerahan, dan pemberdayaan manusia secara
organik.
d. Gerakan Intelektual Profetik adalah gerakan pemikiran yang
menjangkau realitas rakyat dan terlibat dalam penyelesaian masalah rakyat.[7]
Maka telah jelaslah intelektual versi KAMMI dan yang harus
dilakukan saat ini adalah bagaimana membumikan paradigma intelektual profetik
ini dikalangan para kader. Sehingga setiap kader dapat mengahayati dirinya sebagai
seorang intelektual profetik yang dapat memaksimalkan segenap potensinya untuk
menyelesaikan masalah rakyat.
Masifikasi Gerakan
Intelektual KAMMI di Jawa Barat
Jika kita lihat, Jawa Barat sejak zaman pergerakan dulu memberikan
kontribusi sebagai pusat intelektual. Di sana tempat berkumpulnya para
intelektual muda Indonesia. M.Natsir dan Soekarno merupakan dua tokoh
intelektual yang mengenyam bangku pendidikan di Jawa Barat. Sejak zaman
kolonialisme, sudah terdapat cukup banyak lembaga pendidikan di Jawa Barat. Namun
di satu sisi yang menjadi fenomena lain atas klaim Jwa Barat sebagia pusat
intelektual adalah ternyata justru tokoh-tokoh luar Jawa Barat yang berhasil
dilahirkan dari lembaga pendidikan yang ada. Tokoh Jawa Barat sendiri walaupun
ada namun jumlahnya tak terlalu banyak.
Jika dikaitkan dengan kultur di Sunda, bisa jadi salah satu
penyebab tak banyaknya lahir tokoh intelektual di Jawa Barat karena adanya
budaya pamali. Budaya pamali ini cukup ampuh meredam
keberanian perkembangan pemikiran terutama di kalangan anak muda. Budaya pamali
ini pun semakin meneguhkan budaya feodalisme di masyarakat. Maka bisa jadi ini
pula yang kemudian menahan kaum intelektual Jawa Barat untuk mengasah
potensinya.
Budaya merupakan seuatu kebiasaan yang dilakukan secara terus
menerus. Maka untuk mengubah suatu budaya, maka yang harus dilakukan adalah
membuat suatu kebiasaan lain yang ditanamkan untuk dilakukan terus menerus
hingga membudaya. Lalu budaya apa yang harus dilakukan untuk kembali membumikan
gerakan intelektual di Jawa Barat?? Ada tiga habits yang bisa digalakkan, yaitu membaca, menulis, dan
berdiskusi.
Dengan membaca seseorang dapat belajar pada para tokoh, mengenali
perkembangan zaman, fenomena dan permasalahan yang terjadi, dan berbagai hal
lain. Sementara dengan menulis itu artinya ia mengeluarkan gagasannya sebagai
tanggapan atas fenomena yang terjadi dan solusi atas permasalahan yang ada.
Kemudian dengan berdiskusi itu artinya ada suatu tahap menguji kebenaran dan
keyakinan atas gagasan yang kita miliki.
Maka dengan membudayakan membaca, menulis, dan berdiskusi,
diharapkan para intelektual dapat benar-benar memberikan kontribusi nyata atas
perbaikan bangsa. Menyambungkan ruang idealita dan realita.
Referensi
GBHO
KAMMI, Hasil-hasil MUKTAMAR VII KAMMI di Banda Aceh, 13-18 Maret 2011,
Imam, Rijalul.(2013). “Profil Intelektual Profetik: Elaborasi
Filosofis-Quranik Paradigma Gerakan KAMMI”. Jurnal KAMMI Kultural. Tersedia [Online]:
http://kammikultural.wordpress.com/2013/02/21/ibhar-vol-1-profil-intelektual-profetik-elaborasi-filosofis-quranik-paradigma-gerakan-kammi.[26 April 2013].
Putra, Maulana Kurnia. (2011). “Narasi Sejarah Intelektual Mulut Indonesia”.
Jurnal Online Sosiologi: Dialektika Edisi 07 Tahun 2011: ISSN 1858-3857.
[1] Maulana Kurnia Putra, “Narasi Sejarah Intelektual Mulut Indonesia”,
Jurnal Online Sosiologi Dialektika Edisi 07 Tahun 2011, hlm. 1.
[3] Rijalul
Imam, “Profil Intelektual Profetik: Elaborasi Filosofis-Quranik Paradigma
Gerakan KAMMI”, Jurnal KAMMI Kultural, diakses dari http://kammikultural.wordpress.com/2013/02/21/ibhar-vol-1-profil-intelektual-profetik-elaborasi-filosofis-quranik-paradigma-gerakan-kammi/,
diakses pada tanggal 26
April 2013 pukul 07.24.
[5] Maulana Kurnia Putra, “Narasi Sejarah Intelektual Mulut Indonesia”,
Jurnal Online Sosiologi Dialektika Edisi 07 Tahun 2011, hal. 2
[7]
GBHO
KAMMI, Hasil-hasil MUKTAMAR VII KAMMI di Banda Aceh,
13-18 Maret 2011, hal. 133.
Subscribe to:
Posts (Atom)